Love Can't Die (part I )

Selasa, 27 Desember 2011

Awalnya iseng sih nulis nulis kaya gini, tapi ini emang berawal dari kisahku sendiri, aku selalu sedih kalau mengingat ingat tentang ini, maka aku putuskan untuk mengabadikannya dg sebuah tulisan yang acak2an ini (jujur bangett :D) hehehe... semoga kalian suka ^_^ selamat membaca!!!!
Pertemuan Singkat

Berawal dari kemampuan sederhananya dalam bidang tarik suara, Veda Lovelia gadis 13 tahun yang cantik dan ceria menapaki kisah cintanya…..
“ Gimana menurut ibu??”
“ Ibu nurut kamu saja sayang…”
“yeee… Alhamdulillah… doakan saja ya bu….”
Minggu depan Veda akan mengikuti seleksi menyanyi lagu daerah, di kabupaten. Dua dari berbagai peserta akan terpilih mewakili kabupaten Banyuwangi untuk mengikuti lomba “Kreasi lagu daerah tahunan” se – Propinsi Jawa timur. Veda ingin membanggakan kedua orang tuanya. Dia berdoa dan berusaha sekeras mungkin untuk mencapai tingkat yang sempurna.
Hari sabtu yang ditunggu tunggu kini hadir, Veda mempersiapkan semua dengan sangat matang, ia mengikat rambut sebahunya dengan rapih, dan mengenakan celana jeans hitamnya dengan T-shirt berwarna oranye. Ia memantapkan niat nya, ia mencium tangan ayah dan ibunya dan berangkat dengan motor matic kesayangan nya..
“Assalamualaikum ibu,, ayahhh…. Doain Ve ya…”
Disusul dengan jawaban kedua orang tua yang terdengar amat lembut  dan tulus menyayangi seorang anak nya.
“Nomor penampilan 48”
Veda pun melangkah dengan optimis meski ia tak menyangkal rasa groginya saat ada di atas panggung. Ia menyanyikan sebuah lagu daerah tentang cinta yang indah, yang berjudul “Angene Angin”
“Angin… yara silirena angen hang sun roso…. Kangen no ring dodo…
Ati wis kadung kegowo… duh anane roso.. yo mung kanggo riko….
Nawi magih ono sempate sun goleki.. wujud riko….
Masio riko yowes seng ono… sun karepno… sun karepno… atine…..”
Lagu yang veda nyanyikan bermakna, Seorang gadis yang terlanjur jatuh hati pada seorang pria dan belum mengatakannya, dan gadis itu kehilangan pria itu untuk selamanya, dan merindukannya, mengharapkan angin akan menyampaikan salam dan rindunya pada sang pria itu.
Suara Veda yang khas dan Lembut serta menyentuh hati, menjebak semua penonton untuk terkesiap sejenak dan terhipnotis, hingga mereka tak sadar telah menepukkan tangan tangan mereka dengan keras.
Keesokan harinya, saat Veda sedang menata rambutnya karena akan mengunjungi tempat lomba kemarin untuk melihat hasil pengumuman nya.
“Tok tok tok…”
Sembari membukakan pintu, veda sedikit terkejut
“Kak Silvana??”
 ia rekan menyanyi Veda dari smp dulu, sekaligus kakak kelas Veda.
“Ve…. Kita berdua akan mewakili kabupaten ve”
dengan wajah yang berbinar.
“kakak serius to??…. Hoaaaaahh kakak nggak tau betapa senangnya aku bukan??”
 jawab Veda tak kalah bahagia.
“Awalnya aku sedikit nggak percaya,, diantara seratus lebih peserta, kita berdua yang terpilih… sebuah anugrah yang indah Ve..
 sembari memeluk Veda.
Hari senin. Hari yang sangat membahagiakan bagi Vega dan Silvana. Mereka berdua duduk dengan wajah yang segar dan bahagia. Silvana yang kelihatan sedikit lebih dewasa dengan rambut panjangnya yang berwarna agak kemerahan, beserta Veda dengan rambut sebahu yang hitam legam menggunakan ransel merahnya dan membawa sebuah boneka kecil berwana putih kesayangannya pemberian sahabat sahabat Veda saat smp dulu. Mereka akan tinggal di asrama, di Surabaya untuk beberapa pekan, sekaligus untuk Perlombaan besar tahunan tersebut.
Tak lama bus pun datang, Veda, Silvana dan beberapa orang pemain musik yang terpilih, mereka menyatu, dari yang tua sampai yang muda, dari yang bapak bapak, sampai pria yang tampan.
Di bus Veda tidur dengan lelap nya.
Sampailah rombongan musisi daerah tersebut di Surabaya. Tepatnya di asrama Jaya Sukma. Satu persatu penumpang turun.
Baru kali ini veda begitu terpesona saat melihat seorang pria setengah baya menjinjing tas panjang dan ranselnya, pria itu tidak terlalu tua, mungkin seumuran mahasiswa, kulitnya putih, rambutnya memang agak sedikit panjang, namun teratur dan rapi, alis nya tebal, bibirnya tipis dan memiliki bentuk badan yang gagah dan sederhana. Agak lama Veda memperhatikannya membuat ia tertahan saat menuruni bus yang ia tumpanginya
“Lama banget Veda…”
kata Silvana sambil mengerutkan keningnya karna panas yang cukup menyengat disana.
“ohh maaf,,, tas ku nyangkut kak…”
 Jawab Veda pendek.
Veda menyadari kekaguman nya terhadap pria itu, ia selalu spontan tersenyum setelah melihat pria itu, bagai mengubah isi jiwa veda.
Se deret kamar telah di siapkan semua untuk rombongan, satu kamar untuk dua orang, tentu Veda akan bersama Silvana di satu kamar, mereka menempati kamar nomor 18. Saat akan masuk kedalam, Veda melihat pria tersebut masuk ke kamar nomor 20, tidak jauh dengan kamar yang di tempati Veda. Veda merasa ada angin sejung masuk ke dalam relung hatinya saat mendapati pria tersebut tersenyum kepada Veda, senyuman yang manis dan sederhana, begitu indah dimata vega, meskipun itu hanya sebuah senyuman tak berarti, namun sedikit membuat hati Veda berbunga bunga.
Saat itu hari sudah sore, Veda bergegas untuk mandi, lalu makan, dan kemudian berlatih vokal. Saat ia melangkahkan kakinya melewati kamar 20, langkahnya tiba tiba terhenti. Pria itu duduk di atas tempat tidurnya dengan kamera yang menggantung di lehernya sedang memainkan dawai demi dawai biola dengan indah dan sempurna. Veda mengerjapkan matanya, dalam hatinya, oh tuhan, ternyata ia seorang pemain biola, sungguh indah. Berhentilah alunan biola yang indah tersebut, spontan saja Veda menepukan tangan nya dengan wajah yang begitu bahagia. Pria itu menoleh pelan ke arah Veda dan meletakkan biolanya
“ohh,, kamu tau”
 sambil tersenyum sedikit malu
“wahh,, iya, maaf aku nggak sopan, tapi permainan biolamu sungguh sempurna kak..”
sahut Veda dengan nada yang malu malu.
“wah,, terimakasih atas pujiannya, tapi aku juga masih punya banyak kekurangan.”
“oh kalau begitu berlatihlah, maaf aku ngganggu latihan mu kak,, aku mau ke kamar mandi dulu ya.. selamat berlatih”
sambil menyunggingkan senyum termanis Veda.
“ ohh nggak apa lah…… trimakasih”
sambil tersenyum kecil.
Senang sekali veda dengan pertemuan pertamanya dengan pria itu, meski belum saling tau nama antara satu sama lain, Veda merasa ia pria yang baik, terlihat dari tutur katanya yang sopan.
Latihan sudah di jalan kan, Veda dan Silvana begitu cocok, perpaduan suara mereka sangat lah indah dan khas. Sembari berjalan pulang menuju asrama, Veda mendapati pria pemain biola tersebut jalan sendirian, Veda dan Silvana melangkah lurus, Veda menyunggingkan senyumnya, dan tiba tiba
“Kalian nggak haus?”
ternyata pertanyaan dari pria itu
“Lumayan kak”
kata Silvana tanpa sungkan.
“Ayo ikut aku!”
Veda tau dari awal bahwa ia memang adalah seorang pria yang sangat baik. Pria itu berjalan di depan, dan ia melambatkan langkahnya hingga mengimbangi Veda dan Silvana, dan kini berjalan di samping Veda. Jantung Veda berdegup begitu kencang, entah apa yang di rasakan nya, seperti gejolak yang begitu saja muncul. Veda mengawali
“kakak, mau bawa kita kemana??”
Tanya veda dengan wajah yang penasaran.
“Aku tau kedai es terkenal di sini, aku traktir kalian.”
Sambil tersenyum.
1.Apa anda tidak haus?                     3.Ayo ikut saya mas!
2.Aku ini sedang haus lo.
Kebetulan ada salah seorang pemain musik lain dari kontingen Banyuwangi pula, namanya Cak Narto. Ia sudah berkeluarga dan meiliki satu anak, namun usianya tidak terlalu tua untuk Veda, Silvana, dan Pemain biola tersebut. Pria pemain biola  itu menyapanya dengan ramah.
“ cak,, mau ikut?,,, nopo mboten ngelak njenengan1?”
tanyanya dengan bahasa krama alus bahasa daerah yang harus di pakai orang lebih muda, kepada orang yang lebih tua. Tapi Veda dan Silvana jarang menggunakan nya, karena tidak terlalu fasih.
“mau kemana le.. panas ini,,, aku yo ngelak iki2.”
Jawab Cak Narto dengan sedikit guyonan.
“Monggo tumut kulo cak3..”
kata pria biola itu mengajak.
Akhirnya, mereka berempat sampai di sebuah kedai es. Pria itu memesan empat es teler. Mereka duduk melingkar di meja berbentuk persegi panjang, Veda berjejer dengan Silvana, dan di depan Veda ada pria biola itu, berjajar dengan Cak Narto.
Veda tak bisa menyembunyikan rasa bahagia nya. Dia tertawa lepas saat mendengar lelucon dari kedua pria tersebut, begitu pula Silvana. Pria pemain biola itu memang pria yang sangat baik yang Veda lihat selama ini.
Perjalanan pulang, Silvana berjalan lambat bersama Cak Narto. Cak Narto memang dikenal orang yang bisa me ramal. Silvana memang sangat menyukai hal hal seperti itu. Veda dan pria biola itu hanya terdiam, Veda menyimpan wajah yang kemerahan saat berjalan berjajar dengan pria itu.
“aku belum tau namamu bukan??”
 Tanya pria itu tiba tiba.
“Nama ku Veda kak.. kakak??”
jawab Veda secara spontan. Veda tidak terfikir untuk menanyakan hal yang sama terhadapnya.
“Namaku damar. Kamu sekolah apa kuliah?”
 Sebuah nama yang indah, yang selalu di pertanyakan dalam benak Veda selama ini, Ternyata Damar, pria pemain biola yang baik dan tampan.
“wah aku masih kelas satu SMA kak.. apa aku terlihat tua?? emmm kakak apa masih kuliah?”
jawab Veda sedikit lebih tenang dan santai.
“wahh,,, bukan begitu,, cara bicara dan sifatmu sudah cukup dewasa… ya dong… aku kuliah di jurusan ekonomi… apa aku kelihatan tua??”
 sembari di sambung tawa Veda dan Damar yang hampir bersamaan.
“ya kakak kelihatan tua…”
 jawab Veda sambil meringis kecil. Lalu Veda bertanya
“memangnya kakak umur berapa??”
“ayooo coba tebak,,, kakak terlihat seperti umur berapa? Silvana, sama sepertimu? Kelas satu SMA??”
sambil menatap mata Veda. Begitu berbunga hati Veda pada saat itu, dan tak terbayangkan akan seperti ini.
“sayangnya, aku bukan penebak yang baik kak, nggak, kak Silvana kelas Dua SMA”
jawab Veda dengan gurauan kecewanya.
“aku sekarang 33 tahun “
 sambil tersenyum lurus menghadap ke depan.
“wah?? Setua itu,, sungguh aku pikir kakak nggak setua itu!”
 jawab veda dengan wajahnya yang terlihat manis dan berbinar.
“wah?? Benarkah?? Kamu fikir aku berumur berapa??”
 jawab Damar dengan nada bangga dan penasaran
“aku pikir kakak berumur 32 tahun setengah”
 jawab Veda menahan tertawa. Akhirnya meladak pula tawa mereka, seorang gadis dan pria, yang bercengkrama di tengah terik matahari yang panas.
Hari hari telah banyak berlalu. Malam hari, tak seperti yang di duga Veda, Damar mengajak Veda untuk makan bakso di luar beserta cak Narto. Veda pun tak menolak, karna memang sudah lama juga Veda tidak menyantap semangkuk bakso. Yang di sayangkan Veda, Damar memaksa Veda untuk mengajak Silvana. Padahal silvana terlihat sedang tidur pulas. Akhirnya dengan terpaksa Veda membangunkan Silvana untuk ikut makan, dan Silvana bersedia.
 Saat berjalan menuju warung bakso, Damar bertemu dua orang gadis dengan pakaian yang sedikit ketat dan rok mini. Namun kedua gadis itu terlihat sopan, saat bertegur sapa dengan Damar. Dilihatnya oleh Veda, Damar sesekali tersenyum manis terhadap kedua gadis itu, tentu itu membuat rasa simpati Veda terhadap Damar sedikit berkurang, dalam hati Veda, pasti Damar memiliki banyak pacar, siapa yang tidak mau dengan pemuda tampan seperti dia, dia pasti playboy. Veda menyimpan segurat wajah kecewa, sampai pada saat acara makan bakso di mulai, Veda sedikt tidak berselera,
“Veve kenapa?? Kok ndak seperti biasanya….?? Tadi pas berangkat Ceria gitu??”
 Tanya Damar dengan nada sedikit penasaran.
“ndak papa kok mas!”
 jawab Veda singkat.
“cerita dong Ve, ada apa??”
 Tanya Silvana
“di maem to nduk ayu… baksonya… nanti pentol nya nagis lo… kalo ndak di maem..”
 sahut Cak Tarno menghibur
Tiba tiba Handpone Veda berbunyi, ternyata mama Veda mengirimkan pesan
Sayang maafin mama nggak bisa jaga Loli, loli mati tadi sore, kelihatannya dia kedinginan.. maafin mama sayang….
Hamster coklat kesayangan Veda mati. Tentu Veda terkejut. Dia sangat bersedih, karna Loli adalah hamster Veda sejak duduk di bangku SMP kelas 1 dulu. Wajah Veda berubah menjadi tambah muram saat menerima pesan tersebut. Veda menunduk dan mendesah. Damar berbisik pada Silvana.
“aneh lo… hihi…. Aku seneng lo ngeliat ni anak,, lucu loh dia Sil!... hihi”
 sambil tersenyum dan sesekali menoleh ke arah Veda.
“wahhh ciyeeee…”
 Ledek Silvana.
“heh,, diem… jangan keras keras lo!!”
bisik Damar pelan, sambil melirik kea rah Veda.
“hmmmm aku tau kok,,, cowok memang selalu gitu, bikin sakit hati. Makannya aku nggak suka cowok..”
 gurau Damar sambil ber acting menasehati Veda.
Apa? Cowok? Pasti dia berfikir kalau aku begini karena pacar ku,,, suara di dalam hati Veda terkejut. Namun Veda sempat tertawa kecil mendengar gurauan damar. Dan di susul tertawa lepas cak Narto dan Silvana.
“udah jangan di fikiri too…. Ayok ikut aku veve,,, jangan cemberut,, nanti imut nya ilang lohh.. hhehehe”
 kata Damar menghibur.
Sungguh, sungguh itu sangat menghibur. Veda sangat berbunga mendengar apa yang dikatakan Damar, dan akhir nya ikut, walau tidak menyentuh  bakso yang di belikan Damar tadi. Veda pun bangkit dari duduk nya.
Veda duduk bersandar di sebuah tangga air mancur.  Tiba tiba Blits Kamera mengagetkan lamunan nya. Ternyata Damar me motretnya
“kamu lucu ya kalo ngambek?? Ada masalah sama pacar mu?”
Tanya Damar sembari duduk di Samping Veda.
Teringat gadis gadis yang genit terhadap damar tadi dan ditanggapai oleh Damar dengan senang hati, Veda merasa sedikit malas dengan Damar.
“ iya “
 jawab Veda singkat. Sebenarnya Veda ingin mengatakan apa yang sebenarnya pada Damar, namun, Veda ingin agar Damar merasakan seperti apa yang di rasakan Veda tadi
“ Iya udah aku tau kok… ayok balik,,, nanti enak nyamuknya dong nyedotin darah kamu,, ntar nyamuknya jadi lesung pipit kayak kamu loh…”
hibur Damar.
Veda memang begitu sangat bahagia mendengar gurauan damar, ia tau, Damar berusaha keras menghiburnya, tapi ia menahannya dalam batin, cukup sebuah senyuman kecil pada Damar. Lagipula apa yang harus di sedihkan? Gara gara Loli??? Ahhh “Semua pasti akan berakhir dan kembali, ini hanya masalah waktu saja.” Katanya dalam hati.

Pagi hari yang cerah, waktu yang tepat untuk sejenak meluangkan waktu untuk ber olahraga. Veda memutuskan untuk ber olahraga sendiri karena Silvana masih larut dalam mimpi.
Saat melewati taman belakang asrama Veda mendapati Damar sedang bermain biola, Sungguh! Lantunan nada yang sangat indah, menghipnotis setiap insan untuk memujinya. Alunan yang begitu sempurna, Veda memutuskan untuk duduk di sebuah kursi taman yang tidak begitu jauh dari tempat Damar memainkan dawai dawai emasnya itu. Damar tidak tahu  keberadaan Veda di situ, karena Damar memang benar benar serius, dan posisi Veda yang ada di belakang Damar. Cukup lama damar ber senandung indah dalam larutnya nada nada merdu tersebut, Veda terkesiap tak berdaya. Menatap Damar yang ternyata sudah selesai memainkan biolanya tersebut. Damar tersenyum, lalu duduk di samping Veda.
“Gimana permainan ku??”
 Tanya Damar sembari meminum air mineral yang ia pegang.
“aku nggak bisa ngomong apapun…”
jawab Veda terbelalak.
“lhaa itu barusan bisaa ngomong??”
 ledek damar.
“hemmmmmh!”
 jawab Veda manja.
“kamu cantik lo kalo pake shal dan topi rajutmu itu…. Aku suka! Seperti pemain biola dari Pakistan Veve….. “
sambil memperhatikan Veda dan tersenyum lebar.
“haha… tapi pemain biola yang ini, nggak bisa main biola…haha”
canda Veda.
“aku janji deh, kalo kita ketemu lagi, aku pasti ajarin kamu main biola,,, janji ya?? “
Sembari menunjukan jari kelingkingnya kea rah Veda. Dan Veda mengaitkan jari kelingkingnya juga pada jari kelingking Damar.
“oke.. janji Kak damar”
jawab Veda bahagia.
“sini, aku pengen foto kamu, tapi kamu pegang biola aku ya… ntar aku bilang ke temen temen aku, kamu pemain biola professional dari Pakistan.. hehe”
 pinta Damar.
Seperti mimpi bisa menyentuh biola indah milik Damar bagi Veda. Damar mengajari Veda dengan sabar, bagaimana memegang biola yang benar. Dan
“j’preetttt!!”
Beberapa kali Damar membidik gaya Veda. Dan pada akhirnya tentu selalu di akhiri oleh canda gurau dan tawa lepas mereka berdua.
Waktu yang di tunggu akhirnya datang juga. Hari dimana momen yang merupakan inti dari perjalanan kami semua kontingen dari Kab, Banyuwangi. Semua mempersiapkan dengan matang. Saat Veda selesai make up dan mengenakan pakaian yang indah, adat kota Banyuwangi, Veda melihat Damar sedang tidur lelap di kamarnya, Veda masuk, karna ia pikir, di dalam kamar Damar, ada cukup banyak orang yang sedang prepare juga. Veda duduk di tempat tidur damar sekejap memandang wajah Damar membuat hati Veda sedikit Lebih tenang dan Hangat. Wajah yang Nampak indah.
“ mas banguno!! Mas!! Ihhh Molor terusss deh,,, tuh ilernya bau loh mas!! “
kata Veda sembari menggoyang goyangkan guling yang dipeluk Damar dengan sedikit kencang.
Damar menggeliat sambil mengucek ngucek matanya. Ia tampak sedikit terkejut melihat Veda dengan make up yang indah dan balutan busana yang khas membuat wajah Veda tampak sangat sempurna.
“eaaalllaahhhh sapa ini??? Kok uaayyyuuu tenan ini4??” sambil memandang Veda lekat lekat dan ter senyum lebar. Tentu membuat jantung Veda berdegup dua kali lebih cepat.
“alah mas… udah cepet bangun… nggilani5 lohh,,, kok masih ngorok lo”
Beberapa orang berkata setengah meledek
“Enak yo le.... tidur nyuenyak banget, bangun bangun ada bidadari cantik yang mbangunin.. hahah”
 kata salah seorang yang ada di dalam.
“yaitu pakde… enak lo aku ini”
sahut Damar bergurau tanpa dosa.
Sebelum naik panggung, tentu semua berdoa. Kontingen dari Banyuwangi berdiri melingkar, bergandengan satu sama lain, kebetulan, Damar ada di samaping Veda, ia Memegang tangan Veda. Veda merasa hati nya tidak karuan, Veda tersenyum kecil. Setelah selesai, Damar meletakkan kedua tangannya di atas kedua bahu Veda dan berkata
“Jangan grogi, aku yakin kamu pasti bisa!”
Veda membalasnya dengan senyum yang manis. Kontingen dari Banyuwangi pun tampil bersama, dengan performa yang luar biasa, musik bertempo cepat dengan ritmik yang unik dan karakter musik yang lincah dan indah. Membuat penonton tidak ragu member aplos terhadap kontingen dari Banyuwangi.
4. Kok cantik sekali ini??                                                5. jorok
Setelah selesai, semua merasa puas dan tinggal menunggu kepastian, apakan kontingen mereka, masuk dalam nominasi peserta Ajang Musik Daerah Internasional di Solo.
Veda berfikir sejenak, apabila sudah selesai dengan tugas kita, apakah secepat ini kita akan pulang ke rumah masing masing. Dan Damar? Rumahnya tentu sangat jauh dari rumah Veda, tentu keadaan yang menyedihkan bagi Veda. Dalam benaknya, apakah Damar tidak akan berbincang dengan ku lagi?? Apa dia tidak meminta nomor ponselku?? Apakah dia tidak akan perduli setelah ini padaku? Pertanyaan yang membuat raut wajah indah Veda berubah menjadi suram.
Hari yang tidak di inginkan Veda. Hari ini, semua anggota kontingen dari Kab. Banyuwangi akan di antar di masing masing rumahnya. Tiba tiba
“Kamu kenapa ve???”
 Tanya Silvana
“nggak papa mbak Sil…. Aku Cuma capek”
 jawab Veda datar.
“bentar ya. Aku mau Tanya ni Ve… aku liat liat ya Ve… kayak nya kamu suka ya sama kak Damar?? Bilang aja gak papa,, mungkin aku bisa bantu loh Ve…. “
Sejurus kemudian akhirnya tanpa ragu Veda mencurahkan isi hatinya, mulai dari perasaan nya pada Damar hingga gelisahnya Veda ketika menjelang pulang ini. Silvana memang pendengar yang baik. Ia bersedia membantu Veda agar tidak murung lagi seperti ini.
Pagi itu semua mengemasi barang barang dan bersiap untuk pulang. Di dalam bus, Damar duduk di depan Veda dan Silvana. Ia duduk bersama  Cak Narto.
“kak damar,, masih kuliah?”
Tanya Silvana tiba tiba.
“iya sil….. aku di jurusan ekonomi, kenapa??”
Tanya Damar kembali
“apa belum nikah sampeyan kak??”
 Tanya Silvana tanpa beban.
“wahhh ya belum toooo…. Belum kesitu,, tapi kalo pacar aja aku memang belum punya… haha… tapi kayaknya aku aja yang belum bisa menerima cewek cewek yang naksir aku… hahaha…”
jawab Damar dengan gurauan khas nya. Veda dan Silvana pun tertawa.
“ Ya pacaran to mas…. Kesan nya sampeyan kayak gak laku lohhh.. udah tua juga… hehe”
ledek Silvana.
“gini lo Sil, aku kalo Bilang cinta, Bilang sayang, sama cewek, konsekwensinnya aku harus menikahi dia.. gitu prinsipku.” Jawab Damar mantap. Veda tak memikirkan sampai sebegitunya seorang Damar, tampan, berbakat, pintar, baik, sopan, bijaksana, dan ber pegang teguh pada prinsipnya mungkin memang idaman setiap wanita.
“ohh gitu to mas… yawes yawes”
jawab silvana sambil mengangguk.
 Veda merasa tidak berdaya lagi, duduk terguntai lemas seperti tidak memiliki tulang. Apakah seperti ini akhirnya????

Damar seperti tidak peduli lagi, sampai saat ini Damar tidak menanyakan nomor ponsel Veda. dan tidak pula menanyakan apapun untuk bisa saling bertukar kabar nanti… hanya ini saja?????
Hati Veda berkata, Apakah harus aku yang memulainya??? Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya???? Apa aku gila??? Apa harus aku tanyakan???  Hal bodoh apa lagi yang aku pikirkan?? Ahhh Veda begitu gila di buatnya.
Air mata Veda akhirnya menetes, saat melihat Damar menuruni Bus. Dilihat dari atas oleh Veda, Damar hanya memberi sebuah senyuman manis yang tentu untuk Veda, karena dari bawah, Damar memperhatikan ke arah kaca bus tempat kursi yang di tempati Veda. Perih rasanya.
Musnah sudah harapan Veda untuk lebih dekat lagi dengan Damar. Damar seakan tidak peduli. Apalah daya.
 Veda merasa mungkin dia memang ditakdirkan cukup mengenal damar sejauh itu.
Veda rapuh, karena memang baru sekali ini ia berubah menjadi gadis yang lebih dewasa di depan pria, ia berubah jadi gadis yang lebih tegar dan penyabar.
Veda merasa semua hidup ini tidak berarti.
 Veda begitu galau, Veda masih mengingat kenangan kenangan di Surabaya bersama Damar, dia juga berjanji bila bertemu lagi dan akan mengajari Veda bermain biola. Tapi Veda yakin, takdir Allah tidak akan berpaling.
“Bila Allah mengijinkan kita berjumpa lagi, pasti kita akan berjumpa, kapanpun itu, berapa lama pun, dan dalam keadaan apapun itu.”







BACA KISAH SELANJUTNYA DI LOVE CAN'T DIE (PART 2)
(NTAR AKU TERBITIN LG, CZ MASIH PROSES MENULIS ^_^)
Rana Meysa M :

0 komentar:

Posting Komentar